Ghifari, Rasi, dan percakapan di pukul empat sore.
Rasi dan Ghifari satu tempat sbm, hanya berbeda sesinya saja. Ghifari menunggu Rasi di kantin sambil mengetuk ngetukan jemarinya bosan, bahkan lagu yang ia dengarkan sudah berganti berkali kali, menunggu si tuan tak juga kunjung datang.
“GHIFARIIII” Teriak Rasi dari arah kanan sambil memamerkan senyumnya lalu berjalan mendekat.
“Yuk,”
Ghifari berdiri dan mengikuti langkah kaki Rasi ke parkiran, sesampainya di parkiran mereka langsung masuk ke dalam mobil dan menyalakan mesin, sungguh demi apapun siang ini matahari terasa sangat menyengat.
Lalu Rasi menyalakan musik dan melajukan mobilnya.
Kapan terakhir kali kamu dapat tertidur tenang? 'Tak perlu memikirkan tentang apa yang akan datang Di esok hari
Lagu secukupnya dari hindia terputar mengisi ke kosongan.
Tubuh yang berpatah hati Bergantung pada gaji Berlomba jadi asri Mengais validasi
Rasi mengangguk anggukan kepalanya sembari ikut bersenandung dan menyanyi, “DAN AKU PUN TERHADIR, SEAKAN PALING MAHIR, MENENANGKAN DIRIMU YANG MERASA TERPINGGIRKAN DUNIA”
“LANJUT GHI,” Lempar Rasi menyuruh Ghifari melanjutkan nyanyiannya
“TAK PERNAH ADIL, KITA SEMUA GAGALLLL” teriak Ghifari mengeluarkan emosinya, Rasi menengok dan mengulas senyumnya.
Memang sengaja ia mengajak Ghifari untuk menunggu dan pulang bersama, ia ingin dirinya dan Ghifari melepas penat setelah semua hal yang terjerat.
“ANGKAT MINUMAN MU BERSEDIH BERSAMA SAMA”
“Tapi kita gak punya minum?” Tanya Ghifari bercanda
Rasi terkekeh, lalu mengambil air putih dari dashbor mobilnya. “Nih, pake air putih aja hahaha”
“Kita ngapain kesini?” Tanya Ghifari saat Rasi memarkirkan mobilnya bukan di halaman rumahnya tetapi di pinggir jalan yang pemandangan di depannya adalah pantai, sangat sejuk.
Lalu Rasi keluar dari mobilnya tanpa menjawab pertanyaan yang dilontarkan Ghifari, duduk di depan mobilnya sambil menghirup udara segar.
Ghifari mengikuti Rasi, berdiri di depan mobil sambil memandangi pantai di depannya, selama sepuluh menit tidak ada percakapan, sibuk menghirup udara dan melihat indahnya pemandangan.
“Ghi,” akhirnya Rasi membuka suara.
“Hm?”
“Abis ini mau kemana, Ghi?”
“Ya pulang?”
“Bukan, bukan itu.”
Ghifari menyerit, lalu memahami konteks apa yang dimaksud Rasi, Kemana yang Rasi maksud adalah jalan selanjutnya yang akan ia ambil.
Ghifari menghembuskan nafasnya, “Kemana ya, Si, gue juga gak tau. Mungkin tetap seperti biasanya?”
“Lo ga capek, Ghi, belajar terus?”
“Kalo ngomongin capek mah, capek banget si, Otaknya dibuat kerja terus.”
“Yang lo cari tuh apa sih? yang lo kejar apa? maksud gue gini loh, Ghi. Lo terlalu memforsir diri lo sendiri, gue kira tadi pas gue tanya abis ini mau kemana, lo bakal jawab, rehat dulu mungkin? atau berjalan santai. Lo selalu ngerasa ketinggalan ya, Ghi?”
Ghifari terdiam, tebakan rasi tepat tanpa meleset dari sasaran. Iya, Ghifari selalu merasa tertinggal.
Semilir angin menyelimuti dua insan, kicauan burung ikut serta melengkapi.
“Ghi, jangan terlalu melihat ke sekitar kalo dampaknya lebih banyak negatif ke diri lo sendiri. Emang kenapa kalo orang-orang udah bisa ini itu tapi lo belom? emang kenapa kalo orang-orang bisa ternyata lo enggak?”
“Jalan orang pasti beda-beda, Ghi. Nah elo jangan ngikutin jalan orang terus karena selamanya pasti tertinggal, ikutin jalan lo sendiri, irama kaki lo sendiri. berjalan lebih lambat selangkah ga ngebuat lo diri lo selamanya tertinggal. Nanti ada waktunya sampai kok, sampai pada puncaknya. Gak perlu khawatir berlebihan, yang penting you're done doing the best, enough.“
Benar, nanti akan sampai. Selama ini Ghifari terlalu terburu-buru, terlalu takut akan jatuh kembali, padahal bisa kok dia berjalan lebih santai, menikmati prosesnya.
“Si, makasih, ya.” hanya kata-kata itu yang terlontar dari mulutnya, namun Rasi paham, maka ia mengangguk sembari mengulas senyumnya.
“Makasih ke diri lo sendiri udah belum?” Tanya Rasi.
Lagi dan lagi Ghifari terdiam, makasih ke diri sendiri ya? bahkan ia tidak pernah terpikir untuk mengapresiasi diri sendiri.
Rasi mengambil kedua tangan Ghifari lalu menempatkannya di depan dadanya Ghifari. “Coba, bilang makasih ke diri sendiri dulu.”
Ghifari memejamkan matanya, lalu membuat ucapan dalam hatinya, begitu pun rasi, ia membuat ucapan sebagai apresiasi atas dirinya yang telah bertahan sampai detik ini.
Ghifari, makasih ya? makasih udah mau berjuang bareng ngelewatin hari-hari yang berat, makasih udah ngelakuin yang terbaik. Kakak lo hebat banget, hebat udah bisa bertahan sampe detik ini. Dan maaf, maaf terlalu memforsir diri sendiri, maaf untuk lupa mengapresiasi diri sendiri.
Ghifari Andara, makasih.