“Gimana, capek?” Tanya Rasi dengan senyumnya tanpa menoleh, masi sama sama sibuk menikmati indahnya langit sore
Sewaktu Rasi sampai di ruangan, ia meminta kursi roda dan mengajak Ghifari keluar dan berakhir ditaman rumah sakit, menghirup udara luar yang sudah tiga hari tidak Ghifari rasakan.
“Capek, mangkannya sekarang istirahat.”
Ghifari bersyukur, walau baru beberapa bulan mengenal orang di sebelahnya, orang yang ia pandang aneh dan suka berantem ini mengajarkan banyak hal.
Rasi melipatkan tangannya, senyumnya semakin merekah, bangga atas apa yang terjadi.
“Ghi, temen gue pernah ngomong, pada akhirnya, apa yang di takdirkan buat kamu, akan selalu kembali ke kamu, apapun caranya. Kata-kata yang selalu gue pegang kalo gue udah ngerasa dunia enggak adil.”
“Kita keren banget, ya, si?” Ujar Ghifari yang membuat Rasi terkekeh geli, karena seperti bukan seorang Ghifari yang selalu sekedarnya, bahkan lebih sering acuh dan tidak membalas pesannya.
Setelahnya mereka hanya menikmati udara dan menonton tenggelamnya senja, dua remaja yang selalu upayakan impiannya, kini berhasil di genggam, dan sedang melakukan perayaan atas keberhasilannya. Walau sederhana, tetapi yang penting ada, ada untuk satu dengan lainnya.
Rasi bangkit dari duduknya dan berdiri di hadapan Ghifari, lalu memeluknya erat, kali ini Ghifari tidak melakukan penolakan, ia balas kembali dengan pelukan.
bener kata mba denza, semesta bukan enggak berpihak, tapi belum, belum saatnya.