Rumah Sakit.

langkah Om Joo mendekat kearah Saka, lalu menepuk pundaknya pelan dan mengambil tempat di depannya. saat ini mereka sedang berada di kantin rumah sakit

“Jadi kenapa abang bisa disini?” tanya Om Joo memulai percakapan

Saka menundukan kepalanya, tidak menjawab pertanyaan yang dilontarkan pria paruh baya itu

“Abang sakit?”

Saka mengangguk pelan

“Sakit apa?” tanya Om Joo kembali

Saka mengangkat wajahnya memandang Om Joo yang saat ini raut mukanya tampak khawatir, “Kecapean aja om,”

“kecapean ya? om tanya Dokter Ardan ya?” balas Om Joo

“Om...”

“Ada yang abang sembunyiin ya? mau abang yang cerita atau om yang tanya Dokter Ardan?”

Saka mengigit bibir bawahnya, raut mukanya pucat pasi, “Om... jangan kasi tau papa, ya?”

“Iya, tapi abang ceritain yang jujur ke Om Joo.”

pandangan Saka kosong, lalu ia menjawab dengan suara yang bergetar, “Di prediksi leukimia om,”

tubuh Om Joo melemas kala ia mendengar penuturannya, bahkan butuh beberapa detik untuk mencerna semuanya.

“Ya Allah bang.... kok bisa?”

“Akhir-akhir ini abang sering sakit kepala sama mimisan. malemnya juga suka demam, pas tadi sore abang enggak kuat pusing banget jadi cek kerumah sakit. tapi ini masih prediksi om... belum tentu bener.” tutur Saka

“Papa tau?” tanya Om Joo yang dibalas gelengan oleh Saka

“Abang mohon jangan kasi tau papa om..”

“Aduh bang...” Om Joo masi lemas dan tidak percaya apa yang saat ini menimpa anak laki laki didepannya, “Papa harus tau bang, Diga harus tau kondisi anaknya”

“Om, abang enggak mau ngebebanin papa... abang mohon jangan dikasih tau ya?”

Lelaki paruh baya itu tidak mengerti jalan pikir Saka saat ini, bagaimana bisa ia tidak memberitahu papanya?

Om Joo terdiam dengan isi kepala yang tidak karuan, lalu setelahnya kembali berucap “Oke, Om Joo enggak kasih tau”

“Serius Om?”

Om Joo mengangguk, “Tapi Om Joo yang nemenin abang pengobatan, om yang mantau semuanya. kalau prediksinya bener.... om minta abang janji buat ikutin prosedur dan enggak skip pengobatan”

“Iya, abang janji”

lalu Om Joo berdiri dan mendekap erat Saka sambil merapal dalam hati agar semesta tidak memperburuk keadaan anak laki-laki didekapannya.


mereka bedua berjalan keluar rumah sakit, suasana dingin malam menjadi penyelimut keduanya lalu melangkah ke parkiran.

“Abang, om tau pemikiran abang dewasa. om juga kenal abang udah lama banget, jadi pasti ada alesannya kan kenapa sikap abang begitu ke tante Lily?”

Abang menghentikan langkahnya, “Om, kalau abang bilang tante Lily jahat, percaya gak?”

Om Joo menoleh ke arah Saka dengan mengerutkan kening, “Jahat gimana maksudnya?”

“Yaa jahat,”

“Iya jahat dalam bentuk apa abang?”

“semuanya,”

mereka berdua masi terdiam diparkiran rumah sakit, lalu Om Joo memperhatikan wajah Saka dengan seksama.

“Kenapa abang bisa ngomong begitu, emang abang udah kenal tante Lily?”

“udah.”