nibiru

“Gimana, capek?” Tanya Rasi dengan senyumnya tanpa menoleh, masi sama sama sibuk menikmati indahnya langit sore

Sewaktu Rasi sampai di ruangan, ia meminta kursi roda dan mengajak Ghifari keluar dan berakhir ditaman rumah sakit, menghirup udara luar yang sudah tiga hari tidak Ghifari rasakan.

“Capek, mangkannya sekarang istirahat.”

Ghifari bersyukur, walau baru beberapa bulan mengenal orang di sebelahnya, orang yang ia pandang aneh dan suka berantem ini mengajarkan banyak hal.

Rasi melipatkan tangannya, senyumnya semakin merekah, bangga atas apa yang terjadi.

“Ghi, temen gue pernah ngomong, pada akhirnya, apa yang di takdirkan buat kamu, akan selalu kembali ke kamu, apapun caranya. Kata-kata yang selalu gue pegang kalo gue udah ngerasa dunia enggak adil.”

“Kita keren banget, ya, si?” Ujar Ghifari yang membuat Rasi terkekeh geli, karena seperti bukan seorang Ghifari yang selalu sekedarnya, bahkan lebih sering acuh dan tidak membalas pesannya.

Setelahnya mereka hanya menikmati udara dan menonton tenggelamnya senja, dua remaja yang selalu upayakan impiannya, kini berhasil di genggam, dan sedang melakukan perayaan atas keberhasilannya. Walau sederhana, tetapi yang penting ada, ada untuk satu dengan lainnya.

Rasi bangkit dari duduknya dan berdiri di hadapan Ghifari, lalu memeluknya erat, kali ini Ghifari tidak melakukan penolakan, ia balas kembali dengan pelukan.

bener kata mba denza, semesta bukan enggak berpihak, tapi belum, belum saatnya.

Abang dengan segera merubah tujuannya menjadi ke rumah setelah mendapat chat dari Mba Denza, dan benar saja di depan rumah terdapat mobil hitam dengan plat abi terparkir dengan kondisi menyala.

Kakak segera turun dan menghampiri, di ketuknya kaca mobil lalu pintu terbuka menampilkan sosok Mas Abi,

Dalam keadaan baik-baik saja.

Kakak segera memeluk Mas Abi, rasa takut, khawatir, hilang ketika Mas Abi ada dalam peluknya.

Senyum Mas Abi merekah, memeluk balik sang kakak dan mengelus kepalanya dengan sayang. “Mas Abi baik-baik aja, kak”

Kakak membuka matanya dan meringis pelan mendapati sinar matahari yang tiba tiba menyerangnya.

Abang yang melihat segera bangkit dari duduknya dan menghampiri kakak, “Kakak udah bangun? ada yang sakit?” Ucapnya berbisik

“Gapapa, kakak gapapa, Mas Abi sama Adek kemana?”

Abang menunjuk sofa yang terdapat di sebelah kiri dekat jendela, “Itu, lagi tidur soalnya semalem bedagang ngejagain kakak, mangkannya abang bisik-bisik takut ke bangun”

“Kakak,”

“Hm?”

Abang memegang tangan kanan kakak. “Jangan sakit lagi”

Kakak tersenyum lalu mengangguk, ia tidak lagi akan memforsir dirinya berlebihan, tidak ingin merepotkan seperti sekarang. Seperti yang Rasi bilang, if you're done doing the best, enough.

dan kakak sudah merasa dan sebisa mungkin melakukan yang terbaik.

Pintu terbuka menampilkan Mas Abi dengan raut lelahnya sehabis pulang dari kantor.

“Gimana kak, udah dibuka?” tanya Mas Abi lalu berjalan mendekat ke ranjang tempat kakak

Kakak menggeleng, lalu memberikan laptop ditangannya kepada Mas Abi

“Belum, Mas Abi aja yang buka, ya?” Sengaja Kakak tahan karena ia ingin Mas Abi saja yang membukanya, dirinya tidak sampai hati untuk melihat hasilnya.

“Iya, sini Mas yang buka,”

Adek menggenggam tangan sang kakak, memberikannya semangat, sedangkan Abang ikut melihat layar laptop yang sedang dipakai Mas Abi untuk membuka pengunguman sbm Kakak Ghifari

klik

Halaman pengunguman terbuka, dan raut muka Abang juga Mas Abi berubah seketika

dari : Ghifari Andara untuk : Ghifari Andara

Kamu keren, kamu hebat, kamu berhasil, kamu berhasil Ghifari. Makasih, ya? makasih untuk jatuh bangunnya, untuk belajar setiap malam sampai sampai kemarin masuk rumah sakit.

kali ini kakak enggak lupa mengapresiasi diri sendiri, dan untuk seterusnya, yang nantinya perjalanan akan lebih lelah dan penat, semangat berjuangnya, kali ini kakak enggak lagi memforsir diri sendiri, kakak akan berjalan sesuai irama kaki kakak sendiri.

sekali lagi, makasih, ghifari andara, makasih udah mau bertahan dan berjuang.

“IH ITU PIZZANYA ADEKK JANGAN DI MAKAN”

“BODO WLE, SIAPA CEPAT DIA DAPAT” Ujar Abang lalu memakan pizza di tangannya.

Rumah yang dihuni tiga orang namun hebohnya berasa sekelurahan.

Hari ini Mba Denza mampir ke rumah untuk memastikan kondisi abang, kakak, juga adek, sekaligus ingin bermain karena akhir akhir ini Mas Abi sibuk dengan kerjaannya yang sedang dalam masalah.

“Wih ini mesin kopi yang di beliin Mas Abi ya, kak?”

Kakak mengangguk. “Iya Mba, mau dibuatin kopi enggak?”

“Mau dong satu ya mas, iced coffe latte normal sugar extra ice” Ucap Mba Denza sambil terkekeh.

Kakak tersenyum lalu mengangguk kembali, berdiri seperti sedang menjadi barista. “Baik, mohon ditunggu sebentar ya mbak”

Yang lain tertawa, abang dan adek masih sibuk memakan pizza, lalu Mba Denza melangkahkan kakinya menuju kamar Mas Abi sembari menunggu kopi yang dibuatkan Kakak.

Monokrom, suasa kamar Mas Abi hanya di dominasi oleh putih dan abu-abu, sangat rapih. Terdapat satu figuran besar yang berisi keempat orang lalu di kanan kirinya di isi oleh foto kecil dari abang, kakak, dan adek. Mba Denza tersenyum sambil memandangi kamar yang entah kenapa damai aja rasanya.

Lalu ketukan pintu terdengar

“Mba? ini kopinya udah jadi”

Mba denza membuka kenop pintu dan mendapati Kakak dengan dua gelas kopi di tangannya.

“Masuk, kak” ucap Mba Denza mempersilahkan masuk, dan kembali menutup pintu kamar.

Kakak duduk di kasur Mas abi sedang Mba Denza di kursi kerja, saling berhadap hadapan.

Mba denza menghirup aroma kopi lalu menyeruputnya. “Enak banget kak, makasih ya”

Kakak membalasnya dengan senyuman, lalu meneguk kopi yang ia buat sendiri.

Hening, bahkan suara detingan jam terdengar sangat jelas. Mba Denza sengaja pindah ke kamer Mas Abi untuk mengobrol berdua dengan kakak, meluruskan masalah yang ada.

“Kak,”

“Mba,”

ucapnya saling berbarengan, lalu terkekeh. “Duluan kak,”

Kakak justru terdiam sambil memandangi figuran, tidak membuka suaranya. Kakak bingung mau memulainya dari mana.

“Kenapa, kak? mau nanyain kabar Mas Abi?”

Kakak masih terdiam, Mba Denza mengerti gengsinya masih tinggi.

“Kak, mau cerita? gimana harinya belakangan ini?” Tanya Mba Denza

“Gatau Mba, kosong”

“Mba, kakak salah ngga kalo kakak ngerasa dibedakan?” Ucap kakak kembali.

“dibedakan bagaimana, kak? kemarin ya yang masalah rokok?”

Kakak menghela nafasnya, meneguk kembali kopinya. “Awal kakak ngerokok itu dua tahun yang lalu, jujur awalnya emang cuma penasaran aja mba, gimana sih rasanya? emang bener ya bisa ngilangin stress?”

Akhirnya si anak tengah bersuara, menyuarakan keluh kesanya yang ia tahan selama ini.

“Kakak udah mau bilang ke Mas Abi, tapi pas itu semua perhatian lagi ke adek yang abis menang olimpiade. Padahal saat itu kakak lagi sedih gara gara engga keterima buat perwakilan olim fisika. Kakak cemburu Mba, kenapa selalu adek, adek, dan adek. Kenapa adek yang emang udah dilahirin pinter sedangkan kakak harus berupaya dengan keras untuk mendapatkan yang sempurna, kenapa rasanya... semesta selalu aja enggak berpihak pada kakak”

Tangis kakak tumpah, Mba Denza mendekat dan mendekapnya hangat.

“Akhirnya kakak nekat ngerokok, pelarian juga karena kakak lagi banyak pikiran. Dan kemarin, kakak enggak suka di marahin perihal yang menurut kakak enggak perlu di besar-besarkan. Maksudnya iya kakak salah, tapi gausa di hakimin, gausa dipojokin. Nada bicara Mas Abi juga seakan-akan sekecewa itu sama kakak”

Tangisnya masih belum mereda, namun setidaknya sesak di dadanya sedikit lega karena telah di suarakan.

“Mba paham kak rasanya jadi kakak, mba pernah ngerasa di bandingkan, di bedakan, yang padahal orang tua Mba Denza juga enggak berniat melakukan hal itu. Manusia kan gaada yang sempurna, kak. Apalagi Mas Abi, ga punya pengalaman apa apa tapi harus menggantikan posisi kedua orang tuanya,”

“Mungkin kamu ngerasanya di bandingkan, perhatiannya di bedakan, tapi percaya sama Mba Denza, Mas Abi selalu bagi rata perhatiannya, selalu bagi rata kasih sayangnya, ga pernah ada yang lebih ga pernah ada yang kurang.”

Tanpa mereka sadari, dua insan lainnya ikut mendengarkan pembicaraan dari luar.

“Mas Abi enggak berniat untuk marahin kakak, enggak. Cuma kemarin memang di kerjaan lagi ada masalah dan emosinya kebawa dilampiasain ke kakak. Nanti ngobrol ya? saling menyuarakan apa yang di pengen biar sama-sama mengerti, kakak pengennya kayak gini loh mas, kakak ngerasa kalau perhatiannya mas beda, suarakan aja kak, suarakan biar lega dan saling mengerti.”

Kakak mengangguk. “Makasih ya mba? nanti kakak bicara sama mas”

Mba Denza kembali mendekap Kakak dan menghapus air matanya. “Kak, kadang emang cara kerja semesta suka kelewatan, tapi pasti ada adilnya. Semesta bukan enggak berpihak, tapi belum, belum saatnya. Jadi sabarnya harus di perpanjang, bahunya di perkuat. Karena anak hebat akan mendapat bahagianya yang luar biasa.”

Kadang, masalah yang ada dan bertumpuk itu karena tidak di suarakan, menyebabkan kesalahpahaman yang sebenarnya bisa diselesaikan jika sama-sama mengerti dan bersua.

tok tok

pintu kamar terbuka, menampilkan abang dan adek yang berjalan mendekat dan ikut mendekap sang kakak.

“Kak” Panggil Abang.

“Kakak gapapa, udah lega udah, nanti kakak minta maaf sekaligus ngomong sama Mas Abi.”

Abang dan adek mengulas senyumnya dan berterimakasih kepada Mba Denza lewat lirikan mata, Mba Denza mengangguk dan tersenyum.

lalu deringan telfon terdengar, asal suara dari tasnya Mba Denza.

“Halo?” Mba Denza mengangkat telfon lalu raut mukanya seketika berubah.

“Kenapa mba?” Tanya Abang dengan cemas.

Mba Denza menutup telfonnya dengan pandangan kosong, terdiam memahami yang terjadi.

“Ada kecelakaan di proyek tempat Mas Abi kerja, dan Mba Denza belum tau kondisinya Mas Abi gimana”

Rasi dan Ghifari satu tempat sbm, hanya berbeda sesinya saja. Ghifari menunggu Rasi di kantin sambil mengetuk ngetukan jemarinya bosan, bahkan lagu yang ia dengarkan sudah berganti berkali kali, menunggu si tuan tak juga kunjung datang.

“GHIFARIIII” Teriak Rasi dari arah kanan sambil memamerkan senyumnya lalu berjalan mendekat.

“Yuk,”

Ghifari berdiri dan mengikuti langkah kaki Rasi ke parkiran, sesampainya di parkiran mereka langsung masuk ke dalam mobil dan menyalakan mesin, sungguh demi apapun siang ini matahari terasa sangat menyengat.

Lalu Rasi menyalakan musik dan melajukan mobilnya.

Kapan terakhir kali kamu dapat tertidur tenang? 'Tak perlu memikirkan tentang apa yang akan datang Di esok hari

Lagu secukupnya dari hindia terputar mengisi ke kosongan.

Tubuh yang berpatah hati Bergantung pada gaji Berlomba jadi asri Mengais validasi

Rasi mengangguk anggukan kepalanya sembari ikut bersenandung dan menyanyi, “DAN AKU PUN TERHADIR, SEAKAN PALING MAHIR, MENENANGKAN DIRIMU YANG MERASA TERPINGGIRKAN DUNIA”

“LANJUT GHI,” Lempar Rasi menyuruh Ghifari melanjutkan nyanyiannya

“TAK PERNAH ADIL, KITA SEMUA GAGALLLL” teriak Ghifari mengeluarkan emosinya, Rasi menengok dan mengulas senyumnya.

Memang sengaja ia mengajak Ghifari untuk menunggu dan pulang bersama, ia ingin dirinya dan Ghifari melepas penat setelah semua hal yang terjerat.

“ANGKAT MINUMAN MU BERSEDIH BERSAMA SAMA”

“Tapi kita gak punya minum?” Tanya Ghifari bercanda

Rasi terkekeh, lalu mengambil air putih dari dashbor mobilnya. “Nih, pake air putih aja hahaha”


“Kita ngapain kesini?” Tanya Ghifari saat Rasi memarkirkan mobilnya bukan di halaman rumahnya tetapi di pinggir jalan yang pemandangan di depannya adalah pantai, sangat sejuk.

Lalu Rasi keluar dari mobilnya tanpa menjawab pertanyaan yang dilontarkan Ghifari, duduk di depan mobilnya sambil menghirup udara segar.

Ghifari mengikuti Rasi, berdiri di depan mobil sambil memandangi pantai di depannya, selama sepuluh menit tidak ada percakapan, sibuk menghirup udara dan melihat indahnya pemandangan.

“Ghi,” akhirnya Rasi membuka suara.

“Hm?”

“Abis ini mau kemana, Ghi?”

“Ya pulang?”

“Bukan, bukan itu.”

Ghifari menyerit, lalu memahami konteks apa yang dimaksud Rasi, Kemana yang Rasi maksud adalah jalan selanjutnya yang akan ia ambil.

Ghifari menghembuskan nafasnya, “Kemana ya, Si, gue juga gak tau. Mungkin tetap seperti biasanya?”

“Lo ga capek, Ghi, belajar terus?”

“Kalo ngomongin capek mah, capek banget si, Otaknya dibuat kerja terus.”

“Yang lo cari tuh apa sih? yang lo kejar apa? maksud gue gini loh, Ghi. Lo terlalu memforsir diri lo sendiri, gue kira tadi pas gue tanya abis ini mau kemana, lo bakal jawab, rehat dulu mungkin? atau berjalan santai. Lo selalu ngerasa ketinggalan ya, Ghi?”

Ghifari terdiam, tebakan rasi tepat tanpa meleset dari sasaran. Iya, Ghifari selalu merasa tertinggal.

Semilir angin menyelimuti dua insan, kicauan burung ikut serta melengkapi.

“Ghi, jangan terlalu melihat ke sekitar kalo dampaknya lebih banyak negatif ke diri lo sendiri. Emang kenapa kalo orang-orang udah bisa ini itu tapi lo belom? emang kenapa kalo orang-orang bisa ternyata lo enggak?”

“Jalan orang pasti beda-beda, Ghi. Nah elo jangan ngikutin jalan orang terus karena selamanya pasti tertinggal, ikutin jalan lo sendiri, irama kaki lo sendiri. berjalan lebih lambat selangkah ga ngebuat lo diri lo selamanya tertinggal. Nanti ada waktunya sampai kok, sampai pada puncaknya. Gak perlu khawatir berlebihan, yang penting you're done doing the best, enough.

Benar, nanti akan sampai. Selama ini Ghifari terlalu terburu-buru, terlalu takut akan jatuh kembali, padahal bisa kok dia berjalan lebih santai, menikmati prosesnya.

“Si, makasih, ya.” hanya kata-kata itu yang terlontar dari mulutnya, namun Rasi paham, maka ia mengangguk sembari mengulas senyumnya.

“Makasih ke diri lo sendiri udah belum?” Tanya Rasi.

Lagi dan lagi Ghifari terdiam, makasih ke diri sendiri ya? bahkan ia tidak pernah terpikir untuk mengapresiasi diri sendiri.

Rasi mengambil kedua tangan Ghifari lalu menempatkannya di depan dadanya Ghifari. “Coba, bilang makasih ke diri sendiri dulu.”

Ghifari memejamkan matanya, lalu membuat ucapan dalam hatinya, begitu pun rasi, ia membuat ucapan sebagai apresiasi atas dirinya yang telah bertahan sampai detik ini.

Ghifari, makasih ya? makasih udah mau berjuang bareng ngelewatin hari-hari yang berat, makasih udah ngelakuin yang terbaik. Kakak lo hebat banget, hebat udah bisa bertahan sampe detik ini. Dan maaf, maaf terlalu memforsir diri sendiri, maaf untuk lupa mengapresiasi diri sendiri.

Ghifari Andara, makasih.

Rasi dan Ghifari satu tempat sbm, hanya berbeda sesinya saja. Ghifari menunggu Rasi di kantin sambil mengetuk ngetukan jemarinya bosan, bahkan lagu yang ia dengarkan sudah berganti berkali kali, menunggu si tuan tak juga kunjung datang.

“GHIFARIIII” Teriak Rasi dari arah kanan sambil memamerkan senyumnya lalu berjalan mendekat.

“Yuk,”

Ghifari berdiri dan mengikuti langkah kaki Rasi ke parkiran, sesampainya di parkiran mereka langsung masuk ke dalam mobil dan menyalakan mesin, sungguh demi apapun siang ini matahari terasa sangat menyengat.

Lalu Rasi menyalakan musik dan melajukan mobilnya.

Kapan terakhir kali kamu dapat tertidur tenang? 'Tak perlu memikirkan apa yang akan datang Di esok hari

Lagu secukupnya dari hindia terputar mengisi ke kosongan.

Tubuh yang berpatah hati Bergantung pada gaji Berlomba jadi asri Mengais validasi

Rasi mengangguk anggukan kepalanya sembari ikut bersenandung dan menyanyi, “DAN AKU PUN TERHADIR, SEAKAN PALING MAHIR, MENENANGKAN DIRIMU YANG MERASA TERPINGGIRKAN DUNIA”

“LANJUT GHI,” Lempar Rasi menyuruh Ghifari melanjutkan nyanyiannya

“TAK PERNAH ADIL, KITA SEMUA GAGALLLL” teriak Ghifari mengeluarkan emosinya, Rasi menengok dan mengulas senyumnya.

Memang sengaja ia mengajak Ghifari untuk menunggu dan pulang bersama, ia ingin dirinya dan Ghifari melepas penat setelah semua hal yang terjerat.

“ANGKAT MINUMAN MU BERSEDIH BERSAMA SAMA”

“Tapi kita gak punya minum?” Tanya Ghifari bercanda

Rasi terkekeh, lalu mengambil air putih dari dashbor mobilnya. “Nih, pake air putih aja hahaha”


“Kita ngapain kesini?” Tanya Ghifari saat Rasi memarkirkan mobilnya bukan di halaman rumahnya tetapi di pinggir jalan yang pemandangan di depannya adalah pantai, sangat sejuk.

Lalu Rasi keluar dari mobilnya tanpa menjawab pertanyaan yang dilontarkan Ghifari, duduk di depan mobilnya sambil menghirup udara segar.

Ghifari mengikuti Rasi, berdiri di depan mobil sambil memandangi pantai di depannya, selama sepuluh menit tidak ada percakapan, sibuk menghirup udara dan melihat indahnya pemandangan.

“Ghi,” akhirnya Rasi membuka suara.

“Hm?”

“Abis ini mau kemana, Ghi?”

“Ya pulang?”

“Bukan, bukan itu.”

Ghifari menyerit, lalu memahami konteks apa yang dimaksud Rasi, Kemana yang Rasi maksud adalah jalan selanjutnya yang akan ia ambil.

Ghifari menghembuskan nafasnya, “Kemana ya, Si, gue juga gak tau. Mungkin tetap seperti biasanya?”

“Lo ga capek, Ghi, belajar terus?”

“Kalo ngomongin capek mah, capek banget si, Otaknya dibuat kerja terus.”

“Yang lo cari tuh apa sih? yang lo kejar apa? maksud gue gini loh, Ghi. Lo terlalu memforsir diri lo sendiri, gue kira tadi pas gue tanya abis ini mau kemana, lo bakal jawab, rehat dulu mungkin? atau berjalan santai. Lo selalu ngerasa ketinggalan ya, Ghi?”

Ghifari terdiam, tebakan rasi tepat tanpa meleset dari sasaran. Iya, Ghifari selalu merasa tertinggal.

Semilir angin menyelimuti dua insan, kicauan burung ikut serta melengkapi.

“Ghi, jangan terlalu melihat ke sekitar kalo dampaknya lebih banyak negatif ke diri lo sendiri. Emang kenapa kalo orang-orang udah bisa ini itu tapi lo belom? emang kenapa kalo orang-orang bisa ternyata lo enggak?”

“Jalan orang pasti beda-beda, Ghi. Nah elo jangan ngikutin jalan orang terus karena selamanya pasti tertinggal, ikutin jalan lo sendiri, irama kaki lo sendiri. berjalan lebih lambat selangkah ga ngebuat lo diri lo selamanya tertinggal. Nanti ada waktunya sampai kok, sampai pada puncaknya. Gak perlu khawatir berlebihan, yang penting you're done doing the best, enough.

Benar, nanti akan sampai. Selama ini Ghifari terlalu terburu-buru, terlalu takut akan jatuh kembali, padahal bisa kok dia berjalan lebih santai, menikmati prosesnya.

“Si, makasih, ya.” hanya kata-kata itu yang terlontar dari mulutnya, namun Rasi paham, maka ia mengangguk sembari mengulas senyumnya.

“Makasih ke diri lo sendiri udah belum?” Tanya Rasi.

Lagi dan lagi Ghifari terdiam, makasih ke diri sendiri ya? bahkan ia tidak pernah terpikir untuk mengapresiasi diri sendiri.

Rasi mengambil kedua tangan Ghifari lalu menempatkannya di depan dadanya Ghifari. “Coba, bilang makasih ke diri sendiri dulu.”

Ghifari memejamkan matanya, lalu membuat ucapan dalam hatinya, begitu pun rasi, ia membuat ucapan sebagai apresiasi atas dirinya yang telah bertahan sampai detik ini.

Ghifari, makasih ya? makasih udah mau berjuang bareng ngelewatin hari-hari yang berat, makasih udah ngelakuin yang terbaik. Kakak lo hebat banget, hebat udah bisa bertahan sampe detik ini. Dan maaf, maaf terlalu memforsir diri sendiri, maaf untuk lupa mengapresiasi diri sendiri.

Ghifari Andara, makasih.

annyeong kak faaa!! ueueue bertemu lagi dengan aku nibiru yang kenyataanya lebih suka warna hitam wkwkw.

selamat bertambah usia si pemilik 14 oktober!

tar dulu tar, doa dulu skrng cepet biar aku aminin.

aminnnn.

skrng doa dari aku, semoga biru panjang umur dan sehat selalu, salah dong biru kan yang ultah kak faa. oke-oke, semoga kak alifahhhhhhh panjang umur dan sehat selalu, semoga au-nya bisa terus berkembang dan suatu saat bisa dijadikan buku, aminnnn! semoga bahunya diperkuat juga sabarnya di perpanjang.

semoga, apapun pilihan buat sbm nanti bisa keterima dan menjadi pilihan terbaik, semoga cita-citanya di kabulkan satu persatu dan dalam bentuk yang baik-baik.

tadinya aku mau bilang, jangan tinggalin aku ya kak. tapi aku sadar sih kalo itu gabisa dijadikan validasi, karena semua hal di dunia ada masanya. jadi, aku mau bilang aja kalau jangan bosen bosen kalau aku chat ga jelas, kalau aku mintain bantuan atau aku sekedar gabut HAHAHHAHA. yaudah intinya, begadang jangan begadang ea.

yauda gitu aja, i lop yu tu de mun en bek.

terimakasih untuk ada dan tetap bertahan sebagai alifah khoirunnisa.

sekali lagi, selamat bertambah usia si pemilik 14 oktober! (。・ω・。)ノ♡

—jaemingf alias biru.

aku selalu berdoa, agar rumahmu yang sekarang kau singgahi selalu menjagamu dengan berani. selalu dipeluk bahagia, agar utas duka tak sekalipun dengan brengseknya datang menyentuh.

dan tentang berkah, tentang kesehatan, tentang cinta, tentang rezeki, sudah ku tuturkan di setiap solat yang selalu berakhir dengan ucap “amin”

doa doa istimewa ini adalah jelemaan sebagai hadiah yang ku beri atas upaya-nya yang sudah bertahan sampai detik ini.


aku mau bilang padanya, terima kasih.

terima kasih atas seluruh usahanya yang ia kerjakan dengan sepenuh hati, terima kasih telah bekerja keras dengan gigih, terimakasih telah menebar kebahagiaan dan senyum yang tak pernah hilang.


selamat hari lahir, puan 21 september.

sampai berjumpa pada tahun berikutnya, hingga tahun yang tak terhitung sudah berganti berapa kali.

terimakasih sudah ada, manusia berbaik hati.

tertanda, 21 september 2021. ©acaa

Keena sedang membuat kue untuk merayakan ulang tahun Saka yang tertunda, Namun tiba tiba pintu rumahnya di gedor entah dengan siapa.

“Iya sebentar” Ucap Keena sembari berjalan kearah pintu lalu membuka kenop pintu dan mendapati teman-teman Saka juga sahabatnya Keena memberikan senyuman.

“Kalian ngapain disini malem-malem?”

“Kita mau bantuin buat kue” Jawab Nadi

Keena memutar bola matanya, ini mau bantuin buat kue apa bikin club futsal? banyak amat.

“Yauda sini masuk” Tapi tetap ia mempersilahkan masuk.

Baru lima menit mereka tiba didapur, suara ribut sudah terdengar nyaring sekali.

“Za, ada yang perlu dibantu enggak?” Tanya Astral kepada Nanza.

Lantas Rage bersorak. “HADEH INI LAGI MALAH MODUS”

“Deket mulu kaga jadi jadi perasaan tral” celetuk Keena yang membuat Nanza tersipu malu.

“Apaan sih ra” Ucap Nanza salah tingkah.

Astral ikut salah tingkah dan mengalihkan pembicaraan. “Ini tulisannya mau apa buat di kue?

“Selamat habede” Sahut Raskal yang membuat Kael menoyor palanya.

“Sakit anjir”

“Selamat ulang tahun ketua, gitu gimana?” Tanya Roo

Semuanya mengangguk setuju.

Saat lagi hening heningnya membuat kue setelah keributan tadi, kini Nahel kembali berulah. “GUE MAU IKUT BAN—” Nahel yang hendak membantu justru menumpahkan krim yang tadi sudah dibuat oleh Keena. “Ups... sorry...”

Keena menghela nafas jengkel, pekerjaannya ini akan menjadi dua kali lipat lebih susah dari biasanya.


Perasaan hangat yang tercipta kemarin masih dirasakan Saka hingga detik ini, bahagia walau ia merasakan sakit didalam tubuhnya. kepalanya terasa pening tiba-tiba membuatnya meringis.

“Aw”

Papa yang mendengar langsung melihat keadaan putranya, “Abang kenapa? sakit palanya? papa panggilin dokter ya?”

Saka menggeleng. “Gausa pa, sakit dikit doang”

Lalu pandangannya berganti menatap jendela, Saat ini ia ditemani oleh Papa dan Om Joo yang baru saja datang lima menit sebelumnya. Papa enggan ke kantor dulu karena ingin memastikan dengan mata kepalanya bahwa Saka baik-baik saja, padahal tidak perlu segitunya karena memang ia baik-baik saja.

“Pa, boleh minjem ponselnya?” Tanya Saka membuka percakapan lagi, Papa berjalan mendekat dan memberikan ponsel miliknya.

Ia membuka kembali Instagram yang dibuat untuk mengungkapkan isi hatinya kepada Keena, lalu tersenyum kembali saat ia membacanya.

Saka terdiam sejenak lalu entah kenapa ia memposting satu gambar.

“HARI INIII JENG JET JENG JET” tiba tiba suara riuh terdengar dan menampilkan teman-temannya bernyanyi, Saka tersenyum lalu mematikan ponsel dan merubah posisi menjadi duduk.

“HARI YANG KAU TUNGGU” Sahut Raden sambil bergoyang.

Yang perempuan hanya bisa tertawa melihat keributan yang diciptakan teman laki-lakinya.

Rage menyambung nyanyiannya. “BERTAMBAH SATU TAHUN, USIAMU BAHAGIALAH KAMU”

Kael mengambil botol minum lalu bergaya seakan menjadi penyanyi. “SEMOGA TUHANNN, MELINDUNGIII KAMUUUUU”

Nyanyiannya terhenti dengan protes yang dilayangkan oleh Roo. “Ye ini anak malah langsung ke reff” sontak semuanya tertawa.

“Udah-udah langsung aja tiup lilin”

Keena berjalan maju sambil membawa kue ditangannya.

“Tiup lilinnya barengan ya” Ucap Saka kepada semuanya.

“Satu..Dua..” Belum selesai Saka memberi aba-aba Astral lebih dulu meniup lilinnya hingga mati.

“ASTRALLLLLL” Protes semuanya yang membuat Astral menampilkan cengiran dan dua tangan terangkat menandakan peace.

Saka tertawa, lalu Rage mengambil korek dari saku celananya dan menyalakan kembali lilin yang mati.

“Make a wish dulu dong” Ucap Keena

“Oh iya, ayo make a wish”

Lalu mereka semua memejamkan mata dan membuat doa dalam hati masing-masing untuk laki-laki dihadapannya.

Tanpa mereka tahu, doa mereka hampir sama. semoga Saka panjang umur dan bahagia

Namun doanya Saka berbeda, Semoga orang-orang didekatnya selalu dilindungi bahagia agar utas duka tidak berani datang doanya bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk teman-temannya, abangnya, papanya, dan semua orang didekatnya.

Lalu selesai merapal, semuanya tiup lilin bersama-sama dan tertawa bahagia.

Lagi, Saka merapal. Semoga orang-orang didekatnya selalu bahagia


Setelah risuh-risuh buat foto, akhirnya mereka semua duduk terdiam sambil menikmati kue ditangannya masing-masing. Astral duduk disebelah Nanza sibuk melancarkan aksi pdktnya yang tidak kelar-kelar mau sampai kapan, hadeh dasar remaja.

Sedangkan Roo, anak bungsu di Morshbon's itu tiba tiba berganti posisi mengambil tempat duduk disebelah Nadi.

“Eitsss ada yang mau pdkt juga nih kayaknya” Sindir Astral.

Roo dan Nadi saling melempar tatapan, pipi Nadi tersipu malu. “Lah, bukan pdkt lagi udah pacaran yee” Papar Roo.

“HAH?” Semua orang yang ada diruangan, kecuali Papa Diga dan Om Joo berteriak kaget. menatap dua remaja itu dengan pandangan intimidas.

Keena, temannya saja menatap tidak percaya. “SEJAK KAPAN ANJIR NAD?”

Nadi hanya memberikan senyuman, masih tersipu malu.

“WAH GILA WAH ANAK BUNGSU KITA TERNYATA DIEM DIEM NGE GAET CEWE” Ujar Saka masih menatap matanya Roo.

Raskal menggelengkan kepala sambil membuat tepukan. “GA NYANGKA SIH TERNYATA SUHU BOSS, KALAH LO TRAL”

“Alig alig, gue berguru di lo deh Roo”

“Dijaga cewe lo baik-baik ya Roo” Ujar Saka memberi Nasihat.

Roo memberikan jempol tangannya, “Pasti bang”

Kini Saka mengalihkan pandangan kearah Keena, melihat senyum yang terukir dari bibirnya terasa candu. Eh, sudah jadi perempuannya belum ya?

“Ekhm” Saka berdehem memberi intrupsi. “Mau ngomong boleh?” Ujar Saka kepada Keena.

Seolah paham, Astral memberi komando untuk meninggalkan tempat dan memberi ruang untuk dua insan tersebut.


Sekarang ruangan itu hanya diisi oleh mereka berdua, suasa riuh langsung berubah menjadi tenang dan damai.

“Mau ngomong apa?” Tanya Keena, dalam hatinya ia merasa gugup tidak karuan.

“Sini, gue mau senderan” Ucap Saka menepuk kasur yang masih cukup lega.

“Gue disitu?” Tanya Keena memastikan.

Saka mengangguk. “Iya sini, masih muat”

Lalu dengan ragu Keena beranjak naik ranjang dan memasukan kakinya ke dalam selimut. Dalam posisi setengah duduk, Keena menyenderkan punggungnya dan Saka menyenderkan kepalanya ke pundak perempuan disebelahnya.

“Kee”

“Hm?” Keena hanya berdehem sambil menatap langit-langit.

Saka meraih tangannya dan mengaitkannya dengan tangan Keena.

“Sebentar, mau nyenderan sebentar ya” Ujar Saka lalu menutup matanya, merasakan nyaman.

Jantung Keena berdetak tidak karuan, jadi begini ya rasanya jatuh cinta?

“Je, ayo”

Saka bersuara tanpa membuka matanya. “Ayo apa?”

Keena mengigit bawah bibirnya, gugupnya lebih dua kali dari sebelumnya. “Ayo pacaran”

Saka tertawa renyah, lalu membuka matanya. masih dengan posisi menyendernya namun kaitan tangannya direkatkan lebih dari semula.

“Hahaha jadi diterima nih?”

Keena mengangguk malu. “Diterima, mas pacar” cicitnya pelan namun masih bisa didengar.

“Aduh duh duh” Ujar Saka kesakitan.

Lalu dengan muka paniknya, Keena menoleh kearah kanan. “Hah ada apa? lo sakit? apanya yang sakit?” Ujar Keena memberi rentetan pertanyaan.

“Ini jantung aku, Jantung aku kok berdetak lebih kenceng ya” Ujar Saka lalu tertawa renyah.

Keena mendengus sebal sekaligus terkekeh geli pasalnya Saka menggunakan aku-kamu saat ini. “Ah, ga lucu bercandaanya”

Saka menatap perempuannya yang sedang cemberut, terkekeh sembari mengusak pelan rambutnya. “Keena jangan marah-marahhhh” Ujarnya bernada.

“Kok kamu tau lagu itu?”

“Dari awal aku sadar abang Rage enggak berhenti-henti nyanyi itu lagu, sampe aku muak dengernya” Ujar Saka lalu mengganti posisi seperti semula, bersender pada perempuannya.

“Hadeh Rage.”

Lalu keheningan kembali terjadi, Saka masih bersender sembari menghirup aroma rambut Keena yang mungkin akan menjadi aroma favorit nya. Sedangkan Keena menatap Langit-langit kamar sambil tersenyum.

“Aku tadi mosting sesuatu di ig, udah liat belum?”

“Oh iya? bentar” Ujar Keena hendak mengambil ponsel dari dalam tasnya namun ditahan oleh Saka.

“Nanti aja liatnya”

“Keena, makasih ya.” Ujarnya kembali, “Makasih udah hadir di hidup aku, makasih untuk semua pelukan, rasa nyaman, dan kata-kata penenang yang selalu kamu berikan. Bilangin ke abang juga, Makasih.”

Keena memejamkan matanya, merasakan ada yang berbeda dari kata-kata yang dilontarkan Saka barusan. Tetapi ia menepis semua prasangka buruk itu.

“Makasih juga, Makasih udah mau bertahan. Makasih udah mau menjadi Aje-nya Keena”

“Keena, aku ngantuk.”

Keena membuka matanya, kembali menatap langit-langit kamar dengan perasaan yang sulit dijabarkan. “Jangan tidur dulu, ngantuknya enggak bisa ditahan?”

Saka menggeleng pelan. “Enggak, aku ngantuk banget.”

Keena menarik nafas panjang. “Je, udah bahagia?” tanya Keena memastikan.

“Lebih dari bahagia” Jawab Saka dengan suara memelan.

Keena tersenyum mendengarnya, Laki-lakinya sudah bahagia ternyata. Namun setelahnya, air matanya tiba-tiba saja keluar.

“Yaudah tidur,” Suara Keena bergetar. “Tidur yang nyenyak, mas pacar.”

“Mba pacar” Panggil Saka. “Janji sama Aje, buat bahagia selalu, ya?”

Keena menarik nafasnya, mengontrol tangisnya agar Saka tidak mengetahuinya. “Iya, Keena janji untuk selalu bahagia”

Lalu Saka tersenyum kemudian menghirup lagi aroma rambut perempuannya itu.

Terjadi hening yang cukup lama, Keena membiarkan Laki-lakinya tidur dipundaknya. Entah konteks tidur yang dimaksud sama atau tidak, Keena tidak mau mencari tahu.

Tiga puluh menit setelahnya, Eratan tangan mereka melonggar, deru nafasnya tidak lagi terdengar. Keena tahu, Keena tahu apa itu artinya namun ia enggan untuk menoleh dan melihat keadaannya. Ia tetap membiarkan posisinya, membiarkan laki-laki itu tidur dipundaknya.

Tapi tangisnya pecah, bahkan suara yang ia tahan keluar dengan sendirinya. Keena mengambil tangan yang tadi ia gengam tanpa menoleh, mencium tangan itu dan mendekapnya erat, sangat erat.

Suaranya semakin tidak bisa ia kontrol, orang-orang yang mendengarnya dari luar membuat masuk kedalam ruang untuk memastikan. Dan yang terjadi selanjutnya adalah tangisan yang panjang.

mereka kehilangan, kehilangan sosok penting dalam hidup mereka.

sudah, perjuangannya sudah selesai melawan kejamnya dunia.

Ketua, Mas pacar, Dan adik. Selamat beristirahat dikeabadian, penghormatan dan kenangan akan terus mengudara sampai kita bertemu dikehidupan selanjutnya.

Astral Pov.

Hari ini hari ke dua sahabatnya berbaring ditempat yang sama. Astral dan Kael memasuki ruangan yang berdominasi putih, ruangan yang akan gue benci karena bisa-bisanya membuat sahabat gue berbaring lemah.

“Halo ketua” Sapa Astral saat memasuki ruangan dan mengambil tempat di samping kanan dekat jendela.

Kael menoyor pundak Astral. “Assalamualaikum bego, lu gimana sih. Sak marahin dong temen lu nih”

Astral tertawa kecil. “Tau nih, marahin dong hahaha”

Saka itu bukan hanya menjadi teman yang baik, tapi juga pemimpin yang baik, abang yang baik buat Morsbon's. Selalu ngajarin gue dan yang lainnya buat enggak ninggalin solat apapun keadaannya, kalo kata Saka, “Nakal boleh, solat jangan lupa”

Dia pasti bakal ngomelin satu-satu kalau tau ada yang belum solat, “Duh ini lo lima menit lagi mati gaada yang tau, jadi cepet solat sekarang” gitu katanya.

Bahkan pernah satu waktu, Gue, Nahel, dan Saka lagi tawuran lawan Smanju. Saat itu masih belum terbentuk Morshbon's, cuma kita bertiga karena sekelas juga sih. Pas ditengah-tengah tawuran dan gue lagi lawan anak smanju, lo tau? tiba-tiba Saka narik gue dan Nahel buat mundur terus teriak. “GUE BELOM SOLAT ASHAR ANJIR” akhirnya kita lari buat nyari tempat solat. Lo bayangin aja lagi tawuran masih mikirin solat, sampe akhirnya kita ketemu warung dan masuk ke warung itu.

“Bude, ada tempat buat solat enggak ya?” Saka bertanya pada pemilik warung. Gue pikir, ah ternyata budenya Saka.

“Ada, masuk aja” terus kita masuk dan siap-siap solat ashar yang nyaris saja memasuki waktu magrib.

Selesai solat, Nahel bertanya. “Itu bude lo sak?”

Saka menggeleng dengan wajah tanpa dosanya. “Enggak”

Gue ngebug sebentar, lah terus siapa?

“Tapi lo kenal?” Tanya gue.

Saka menggeleng lagi. “Enggak, mukanya mirip bude gue jadi gue panggil bude aja”

Gue menatap Saka tidak percaya, asli ada-ada aja kelakuan ini anak satu, dan sejak saat itu lah tercipta nama warung bude.


“Assalamualaikum ketua, gue sama Kael dateng bawa sate Padang tau. Tadi kita ga sengaja lewat warung sate padang langganan lo terus ke inget, jadinya dibeli deh. Lo gamau bangun apa? sini makan bareng” Astral mentap temannya itu dengan wajah sendu, mengenggam tangannya dan berharap ia segera bangun.

Gerakan tangan Kael yang sedang membuka bungkus sate padang terhenti, terdiam sebentar lalu kembali menutup bungkusnya seperti semula.

“Gue makannya diluar aja” Ucap Kael kepada Astral.

Astral menoleh kebelakang menatap temannya. “Kenapa?”

Kael diam, tatapannya kosong. lalu Astral seolah paham, ia bangkit dari tempat duduknya dan memeluk temannya itu. “Yel, jangan ditahan. Gapapa nangis aja, jangan ditahan nanti jadi penyakit. Keluarin semuanya, kalo kemarin enggak bisa, sekarang sama gue keluarin semua sedihnya.”

Dipelukan Astral, tangis Kael pecah sejadi-jadinya. Semua sedih yang ia tahan kemarin, sekarang keluar dipelukan Astral, disamping Saka.

Keena pov.

Arshaka, sebenarnya gue udah mengenal baik nama itu karena seringkali menjadi perbincangan anak kelas dan guru-guru. dikenal dengan pribadi yang baik namun berandal karena menjadi sasaran satpam ketika ia hendak cabut bersama geng-nya itu. gue hanya tau sebatas itu dan tidak berniat untuk mencari tau.

Namun waktu itu gue hendak pulang sekolah dan menunggu abang gue jemput, tenggorokan terasa haus, jadi gue memutuskan untuk membeli sebotol air putih. saat gue selesai membayar, gue melihat laki-laki sedang berjongkok di dekat warung memberi makan kucing-kucing liar sambil mengelus bulu mereka, dan berkata. “Makan yang banyak ya pus dan hidup yang bahagia, nanti aku kesini lagi buat ngasih makan.” gue yang mendengarnya tersenyum kecil lalu kembali ke tempat asal.

Seminggu berlalu dan saat gue sedang duduk dimotor abang gue hendak membeli perlengkapan kue, diperjalanan gue melihat kakek-kakek yang kesulitan menyebrang faktor usia yang tidak lagi muda, namun tiba-tiba ada seorang yang membantu kakek itu menyebrang dengan hati-hati. iya, orang yang sama saat ia lihat terakhir kali, dan gue melihatnya dengan senyuman yang sama.

Lalu saat malam hari cuaca sehabis hujan membuat udara sedikit lebih dingin, gue memakai jaket dan memutuskan pergi untuk membeli sedikit cemilan di indomaret dekat rumah. Saat perjalanan pulang, gue melihat seseorang sedang berjongkok menutupi mukanya dengan kedua tangan dan terdengar suara tangisan, gue mengamati dari jauh lalu lima detik setelahnya menyadari bahwa itu orang yang sama. Entah dunianya sedang kenapa, tapi yang pasti ia sedang tidak baik-baik saja. Gue melepas jaket dan mengambil sebotol kopi yang tadi gue beli lalu meletakannya tanpa suara disebelah laki-laki itu dan segera pergi, dan berharap dunianya lekas membaik.

Setelahnya gue tidak berharap apa-apa, tapi ada sedikit rasa penasaran didalam dada. Seperti apa dunianya laki-laki itu?mengapa ia seringkali menemukan sedang menangis sendirian atau kadang ditemani kucing-kucing liar.

semuanya terjawab saat pertamakali kita dipertemukan di depan indomaret sore hari, saat terjebak tawuran.


Hari ini, hari kelahiran laki-laki itu. Hari yang seharusnya disambut dengan bahagia dan penuh suka cita, namun berakhir dengan duka. Langkah kakinya berderu di lorong rumah sakit dan berhenti di depan ruangan bertuliskan IGD bersama yang lainnya. menunggu sambil merapal dalam hati, agar seseorang yang sedang berada didalam sana baik-baik saja.

Astral dan Roo sibuk mondar mandir gelisah, sedangkan gue, Nadi, dan Nanza duduk dibangku rumah sakit sambil berpegang tangan. Rage tampak menunduk dan menangis yang ditenangkan oleh Jeha. Didepan gue, Kael cuma terdiam tidak menangis.

Lalu pintu ruangan terbuka dan menampilkan sosok dokter keluar, semuanya langsung berdiri dan menatap dengan saling harap.

“Keluarga pasien?”

Om diga sedang dalam perjalanan, jadi Rage yang maju untuk mewakilkan. “Saya kakaknya dok, adik saya baik-baik aja kan dok? iya kan dok?”

Dokter menarik napas panjangnya. “Begini,”

tolong semesta, tolong hal baik yang ia dengar, tolong sekali.

“Kecelakaan yang menimpa pasien cukup parah, sempat kehilangan banyak darah walau sudah teratasi. Namun saat ini pasien dalam keadaan kritis, saya tidak bisa menjamin tapi semoga pasien bisa melewati masa kritisnya malam ini” Ucap sang dokter.

ternyata semesta sedang tidak berpihak pada kita.

Rage mengepal tangan dan menonjok tembok rumah sakit, semuanya menolak percaya yang dikatakan dokter barusan.

“Dok...” ucap Rage dengan sangat pelan akibat tangisnya yang sulit dikendalikan. “Selamatkan adik saya dok... bahkan tuker nyawa dengan saya, saya rela dok” tangan rage meraih tangan dokternya.

Tangisan Astral pecah. “Temen gue hel.... temen gue pasti bisa bertahan kan hel?” tanya Astral pada Nahel yang disebelahnya.

“Percaya sama Saka tral, percaya. Pasti dia bisa bertahan”

Raskal terduduk dilantai rumah sakit, wajahnya sudah tidak karuan. Mukanya memerah dengan air mata yang terus berjatuhan. “ANJING, KALO TAU BEGINI AKHIRNYA GUE ENGGAK BIARIN LO KE WARUNG BUDE” teriak Raskal dengan penuh penyesalan.

Malam itu menjadi malam yang panjang, tangisan terus menggema tidak putus-putus. Kita semua bergandeng tangan, dan merapal dalam hati untuk seseorang yang sedang berjuang.

semoga, semoga bisa bertahan sedikit lagi.