nibiru

Om Joo membawa Saka ke perumahan yang entah dimana karena ia tidak mengenal tempat itu. Om Joo melangkahkan kaki lebih dulu untuk memasuki rumah dan pandangan Saka berhenti kala ia melihat Papa dan Ibunya ada disana.

“Om, maksudnya apa ya?”

Om Joo menoleh kebelakang. “Sini masuk dulu om jelasin”

Jujur kalau Saka tau ia akan berada disini, akan ditolak mentah mentah permintaan om nya itu.

Lalu kita semua berada disatu meja yang sama, seperti akan melakukan konferensi meja bundar, enggak deh.

Ada tante Lily, Papa, Om Joo, dan Saka duduk melingkar.

“Om sebelumnya minta maaf dulu karena gabilang mau kesini sama kamu bang, tapi disini om cuma mau abang sama papa juga ibu kamu baikan” Ucap Om Joo memulai pembicaraan.

Papanya menatap kearah Saka, “Abang, papa gamau masalahnya enggak kelar-kelar. jadi sekarang kamu bisa dengerin penjelasan ibu kamu dulu?”

Saka berdecih, apa yang perlu dikelarin? bukannya sudah bertahun-tahun yang lalu ibunya sendiri yang putuskan hubungan?

“Saka... Ibu mau minta maaf sama kamu. Ibu....” ucapannya terhenti karena tangisan yang keluar, Papanya menenangkan dengan menepuk nepuk pundak tante Lily pelan.

“Ibu... ibu mau jelasin. Nak, mungkin ini enggak seharusnya kamu dengar tapi ibu mau menjelaskan biar kelar”

“Dulu, alesan ibu menceraikan Ayah kamu karena ayah kamu tempramental nak.. ayah kamu.. ibu udah gakuat nak. Ayahmu juga yang melarang ibu untuk bertemu kamu, Ibu ingin sekali—” ucapan ibu terputus.

“BU, UDAH” bentak Saka yang sontak mendapat tatapan tajam dari papanya

“ABANG, JAGA NADA BICARA KAMU”

Om Joo menghela nafas lalu memijat kepala ikut merasakan pusing.

“Bu, udah... udah ngebohongin akunya, ngebohongin semuanya. Ibu enggak cape?”

“Abang maksud kamu apa?” Tanya papa.

Saka menarik nafas mengumpulkan keberanian dalam dirinya, membuka kembali luka yang selama ini ia simpan rapat-rapat.

“Ibu pikir aku enggak tau apa yang selama ini terjadi? Aku tau bu, aku tau” Ucap Saka gemetar, Om Joo mendekatkan diri kepada Saka untuk memberi anak itu ketenangan, menggenggam tangannya.

“Malam itu aku mendengar semuanya, dan gak pernah lupa sampai detik ini.”

“Aku dengar kalau ibu yang berselingkuh dibelakang ayah, Aku dengar kalau ayah juga saat itu memaafkan ibu karena ayah masih sangat mencintai ibu. tapi apa yang ibu lakukan? meninggalkan aku dan ayah”

semuanya kaget mendengar penuturan Saka, menganga tidak percaya. dan Tante Lily pun ikut terkejut pasalnya ia tidak menyangka anaknya itu tahu akan semuanya.

“Liy? ini maksudnya apa?” tanya papa yang tidak dibalas oleh tante Lily.

Saka kembali berbicara dengan mata yang sudah basah. “Kaget? gausah kaget lah bu. Aku diam selama ini karena itu sangat menyakitkan buat aku, tapi apa yang ibu lakukan? membalikan fakta?”

“Saka...ibu buk—” lagi, ucapan Ibu dipotong Saka.

“Bu, udah. Ibu udah ngejelasin ke semuanya kan? sekarang biar aku yang ngejelasin, biar aku kasi tau gimana perlakuan ibu, biar papa tau juga gimana masalalu abang”

Om Joo memberikan segelas air putih untuk menangkan terlebih dahulu, “Diminum dulu bang”

“Hancur, bu. setelah perceraian apa ada ibu perhatian kepada kami? menjenguk kami barang sehari pun? enggak ada”

“Ibu tau? setelah ibu pergi meninggalkan kami ayah depresi bu, depresi karena kehilangan ibu. bahkan sampai diakhir hayatnya pun, hanya nama ibu yang terus ayah panggil.”

Saka memenjamkan matanya yang terasa panas, lalu kembali berbicara.

“Lalu, aku yang harusnya pindah asuh ke ibu karena ayah sudah tiada, tapi lagi dan lagi, ibu membuat hancur aku.

Ibu ingat apa yang ibu lakukan saat itu? aku beritahu kalau mungkin sudah lupa, ya?

Ibu membawa aku pergi lalu meninggalkan aku di depan panti asuhan yang aku enggak tau apa apa pada saat itu. meninggalkan aku sendirian dan tak pernah berbalik.

Umur aku saat itu masih tujuh tahun, bu. aku tau apa sih? tau apa untuk menjalani hidup yang seharusnya pada saat itu aku masih di bimbing dengan orang tua.

Aku bahkan tinggal dan besar di panti yang aku masih tidak mengerti itu tempat apa, aku harus merangkak, terseok-seok untuk tumbuh besar tanpa kasih sayang orang tua.

Ibu tahu? Aku bahkan sudah tidak lagi bisa mempercayai perempuan karena ibu. Karena ibu yang saat itu aku jadikan junjungan, ibu yang dulu penuh kasih sayang justru yang membuat dunia aku hancur tak bersisa.

Sakit banget rasanya, bu... kalau memang ibu tidak menginginkan aku, bilang. bukan seperti itu caranya.

Terus sekarang apa? ibu mau menghancurkan aku lagi? dibagian mana pun rasanya gaada celah, karena semuanya sudah hancur.

Kalau bukan karena bunda, kalau bukan pada saat itu bunda datang dan mengasuh aku, mungkin ibu sekarang enggak bisa liat aku. Mungkin sekarang aku sudah tidak ada lagi didunia, sudah menyerah.”

Semuanya sudah ia keluarkan, rasa sesak, amarah, sakit, ia keluarkan kepada semua orang yang ada disini.

“Aku dilahirkan untuk tidak menerima kebahagiaan ya, bu?”

ucapan Saka sukses membuat semua orang yang ada disitu ikut merasakan apa yang dideritanya, terlebih papanya. mendengar anak laki-lakinya bersuara dengan badan yang bergetar terasa sangat menyakitkan. papa segera memeluk putranya itu dengan hati yang serasa ditancap belati, sakitnya tak terkira.

sudah, ya? sudah belum perjuangannya selama ini?

Keadaan cafe ruang rasa saat ini sepi karena Rage sengaja mereservasi satu cafe agar tidak ada yang datang selain dirinya dan Hanafi. Rage mengetuk ngetuk meja pelan menunggu Hanafi datang sambil meneguk americano yang tadi ia pesan.

Pintu cafe terbuka menampilkan sosok yang ia tunggu sedari tadi, lalu mengambil tempat duduk didepan Rage

“Udah lama?” tanya Hanafi.

Rage menggeleng. “Belom, mau mesen minuman dulu?”

“Gausah, emang ada apa sih tumben ngajak ketemuan”

Rage merubah posisinya lalu mengambil amplop coklat dari tasnya dan menaruhnya di depan meja. “Gue gamau bertele-tele ya fi”

“Lo bisa jelasin maksud ini semua?” tanya Rage sambil mengeluarkan isi dari amplop tersebut, raut wajah Hanafi sedikit kaget namun kembali biasa dengan smrik di wajahnya.

Rage mengeluarkan isi amplop yang terdiri dari foto yg diambil dari rekaman cctv, rekaman Adhitama yang mengaku sebagai saksi bayaran, dan jaketnya Hanafi.

“Oh, udah berhasil? lama banget sih gue nunggu satu tahun”

Raut muka Rage menunjukan kaget pasalnya ia akan mengira Hanafi akan takut atau kaget saat ia mengeluarkan bukti bukti itu, namun yang dilakukan Hanafi justru sebaliknya. ia tetap duduk tenang didepan Rage sambil melipatkan tangannya.

“Jadi bener pelakunya elo anjing?”

Hanafi tertawa remeh. “Sesuai dugaan lo”

Tak habis pikir, jadi bener selama ini orang terdekatnya sendiri?

“Maksud lo apaan fi,” ucap Rage lalu mengusap mukanya, “Maksud lo apaan anjing, lo anggep kita kita apa sih?”

“Lo mau tau maksud gue?” Tanya Hanafi nada bicaranya sedikit berubah, seperti menahan amarah.

Dengan satu tarikan nafas Hanafi mengungkap. “Gue benci Lingkar”

“Tapi enggak gini caranya Hanafi, enggak gini.”

Hanafi menggertak giginya. “Lo tau apa sih ge?”

“LO TAU APA? LO TAU GAK GARA GARA LINGKAR ADEK GUE JADI DEPRESI SAMPE BUNUH DIRI?” Murka Hanafi

Kaget, Rage kaget dengan penuturan Hanafi barusan. karena memang setau Rage adiknya Hanafi sudah meninggal beberapa tahun lalu, bahkan Hanafi tidak pernah membahasnya sedikit pun.

“Adek lo...?”

Mata Hanafi memerah menahan amarah sekaligus luka yang kini ia buka kembali. “Iya, adek gue jadi korban bully Lingkar pas smp”

“Terus menurut lo, gue diem aja?”

“Tapi tetep cara lo salah Fi... kita temenan udah bertahun-tahun”

Hanafi membuang nafas gusar. “Persetan dengan status pertemanan, nyawa dibales nyawa Ge”

“Kenapa?”

“Kenapa lo naruh gelang Morsbon's?” Tanya Rage kembali memastikan.

Dengan entengnya Hanafi menjawab, “Sengaja, biar seru aja liat kalian berantem. bener kan jadi berantem? hahahah. cih, solidaritasnya enggak valid ternyata.”

“Lo mau tau kenapa Jeha bisa bilang ke Morsbon's kalau lo mau dateng ke markasnya? itu karena gue yang bilang. Gue juga yang bikin fake chatnya ke Jeha, karena gue tau Jeha masih enggak terima sama apa yang nimpa Lingkar”

Rage menahan amarah lalu melayangkan tatapan tajam sambil menarik kerah baju Hanafi. “Anjing, LO TAU ANJING GAK”

Hanafi menepis tangan Rage dari kerah bajunya. “Gue enggak peduli, abis ini mau lo laporin gue juga silahkan”

“Karena dendam gue udah terbalaskan”

“Abang gamau bicara sesuatu?” tanya papa

“Okey, abang minta maaf karena bersikap enggak sopan waktu itu.”

“Kenapa abang bersikap begitu?”

Saka terdiam, tidak menjawab pertanyaan papa.

“Arshaka, jawab pertanyaan papa.”

jika sudah dipanggil seperti itu, berarti perbincangan keduanya sudah masuk difase serius.

“Gaada alasan.”

Papa memandang putranya, “Kata Om Joo abang bilang tante Lily jahat, coba jelasin ke papa kenapa abang bisa ngomong seperti itu.”

Tangan Saka sedikit gemetar, dadanya bergemuruh kala nama perempuan itu disebut.

“Pah, yang lain aja. jangan tante Lily, Jangan sama dia.”

“Kenapa? coba dong abang jelasin alesannya biar papa ngerti.” ucap papa sedikit menaikkan nada suara

“Jangan sama dia, abang mohon.” pinta Saka dengan nada yang sedikit bergetar

Papa mengusap mukanya lelah, “Bang, papa masih enggak ngerti sama jalan pikiran kamu saat ini. Kenapa kamu bersikap kaya gini? padahal kemarin papa udah mastiin kalo abang masih belum menerima, papa gapapa. tapi abang bilang apa? abang sendiri yang nyuruh papa kejar bahagianya papa. sekarang udah papa kejar kamunya malah begini, kamu maunya apa sih bang?”

pandang Saka saat ini memburam, air dipelupuk matanya sudah tidak kuat menampung, satu tetes air mata lolos keluar dari mata merahnya dan berlanjut dengan tetes tetes berikutnya hingga wajahnya saat ini basah oleh air matanya, badannya bergetar hebat. Papa yang melihatnya segera mendekap badan putranya sambil menenangkan.

“Abang, dengerin papa. tarik nafas... keluarin pelan pelan”

Saka mengikuti arahan papanya, mengambil nafas lalu membuangnya secara perlahan, begitu terus sampai ia sedikit tenang.

Papa menghapus air mata di wajah putranya, “Hey abang kenapa, hm?”

“Papa... papa mau tau ke- kenapa abang enggak suka sama tante Lily?” ucapnya dengan nafas yang terputus-putus

Papa mengganti posisi berjongkok di hadapan putranya, sambil menatap wajah sendunya.

“Kenapa?”

“Karena...” tangisan abang tak kuasa ditahan, suara paraunya terdengar sangat menyakitkan ditelinga papa, namun setelahnya Saka kembali berucap, “Karena.. tante Lily ibunya abang.”

sudah, sesak yang ia tanggung sedari tadi sudah keluar. Papa langsung mendekap kembali tubuh ringkihnya itu dan ikut menitikan air mata, merasakan sesak yang diderita putranya.

semesta, apa lagi ini?

selamat hari lahir yang ke-14 jagoan! aneh ya bang papa buat surat kaya gini, papa gatau tiba tiba kepikiran kamu jadi papa mau nulis ini, tapi gatau deh sampai ke kamunya kapan hahaha.

papa mau ceritain gimana bisa ketemu kamu aja ya bang, biar kalo papa udah tua terus lupa, papa bisa baca ini.

kalo abang baca surat ini juga, abang harus tau gimana cintanya papa sama bunda ke kamu.

kamu tau enggak bang? dulu papa sama bunda susahhhh banget punya anak, bunda juga pengen kalau misalnya nanti punya anak, anak pertamanya maunya laki-laki biar bisa ngejagain adik adiknya. papa sih apa aja bang asal anaknya sehat.

sampai waktu itu bunda hamil dan kita cek usg, ternyata perempuan. bunda sedikit kecewa tapi gapapa, diperjalanan pulang bunda keinget sama sahabatnya akhirnya kita mutusin buat ke panti amara untuk ngasi tau kabar baik ini. iyaa tante Amara tuh yang punya panti bang, sekaligus sahabat baiknya bunda.

tapi pas kita nyampe di panti, tante Amara nya enggak ada, lagi meeting katanya. yauda karena kita juga udah terlanjur, akhirnya mutusin buat ngobrol-ngobrol sama anak panti.

terus bunda sama papa ngeliat ada anak laki laki usia delapan tahun lagi diem sendirian di bawah pohon, mukanya asing karena kita ga pernah liat sebelumnya. akhirnya bunda samperin dan ngajak ngobrol lamaaaaa banget, bahkan sampai papa dianggurin berjam-jam loh bang hahaha

udah selesai main di panti kita pulang, terus pas dirumah kamu tau ga bang apa yang bunda bilang? katanya, “mas, aku jatuh cinta sama anak tadi”

besoknya kita ke panti lagi dan bunda ngajak kamu ngobrol lagi, ya kan bang? begituuu terus sampai seminggu. papa juga ngerasain bang, ngerasain kaya ada ikatan cinta.

malemnya bunda bilang “Mas, gimana kalau kita angkat Saka?” kita akhirnya berunding dua jam untuk memikirkan baik buruknya dari segala sisi, sampai diambil kesimpulan, kalau kita mau angkat kamu.

tapi perjuangan banget angkat kamu anak tau bang, walau tante Amara sahabat dekatnya bunda, awalnya tante Amara sedikit ragu dan tetep kita harus ngikutin prosedurnya. Bahkan butuh waktu sembilan bulan buat deketin diri ke kamu, kaya hamil bunda hahaha. dari kamu yang selalu diem kalau diajak ngobrol, sampai sedikit demi sedikit kamu bicara walau cuma kata “iya, hm, oke” tapi bunda enggak nyerah, tiap abis pulang dari panti pasti cerita, “Mas, tadi Saka ngomong iya ke aku loh!” “Mas, tadi aku abis main sepeda sama Saka” “Mas, Saka udah mau aku ajak ngobrol” begitu terus obrolan kita setiap malam.

sampai tante Amara dateng ke bunda dan bilang, “Aku percayain hak asuh Saka ke kamu, Na” bunda yang denger langsung nangis bang, nangis sesegukan.

tante Amara cerita, kalau tadi abang ternyata nyamperin tante Amara dan bilang, “te, bunda kemana?” tante Amara bingung, bunda siapa yang dimaksud karena semasa Saka dipanti enggak pernah manggil siapapun dengan sebutan ibu, bunda, atau mama. bahkan tante Amara sendiri abang manggilnya tante. ternyata yang abang cari bunda Luna.

tante Amara juga cerita kalo banyak sekali yang ingin angkat abang tapi selalu abang tolak mentah-mentah, maka dari itu tante Amara agak selectiv perihal abang. karena sampai saat ini juga tante Amara enggak tau masa lalunya abang seperti apa, ibunya abang siapa, keluarganya abang dimana. abang juga enggak pernah menjawab setiap ditanya perihal itu.

abis selesai ngelakuin prosedur hak asuh, gak lama bunda melahirkan. kamu sendiri yang bilang, “Pah, nama adiknya abang, Aya aja ya?” papa mengiyakan saat itu.

lalu kita jadi keluarga dengan formasi lengkap, papa, bunda, kamu, dan adik. bahagianya bunda sama papa enggak bisa di ukur pakai apapun bang, sayangnya kami juga luar biasa dari perkiraan kamu.

tapi sampai kita serumah juga kamu masih belum mau cerita ke siapapun perihal masa lalu kamu, tapi bunda sama papa selalu cari entah lewat sosial media atau apapun dan hasilnya selalu nihil.

sampai suatu saat, bunda nangis nangis telfon papa. “Mas... akhirnya mas, akhirnya jagoan kita terbuka sama aku. akhirnya pertahanan dia runtuh di hadapan aku mas...” papa ingat banget gimana bunda nangis ga berhenti-henti sambil bilang berkali-kali kalau jagoannya sudah mau terbuka. terus bunda mau ceritain semuanya ke papa, tapi sebelum bunda cerita ternyata bunda dipanggil sang maha kuasa.

dan ini ulang tahun pertama kamu tanpa bunda, berat ya bang? tapi papa akan selalu ada disamping kamu sampai kapan pun.

bang, kamu itu berharga. walau masih jadi misteri perihal masa lalu kamu hingga detik ini, tapi papa selalu menganggap abang jagoannya papa, putranya papa yang tidak mau papa tukar dengan apapun di dunia.

langkah Om Joo mendekat kearah Saka, lalu menepuk pundaknya pelan dan mengambil tempat di depannya. saat ini mereka sedang berada di kantin rumah sakit

“Jadi kenapa abang bisa disini?” tanya Om Joo memulai percakapan

Saka menundukan kepalanya, tidak menjawab pertanyaan yang dilontarkan pria paruh baya itu

“Abang sakit?”

Saka mengangguk pelan

“Sakit apa?” tanya Om Joo kembali

Saka mengangkat wajahnya memandang Om Joo yang saat ini raut mukanya tampak khawatir, “Kecapean aja om,”

“kecapean ya? om tanya Dokter Ardan ya?” balas Om Joo

“Om...”

“Ada yang abang sembunyiin ya? mau abang yang cerita atau om yang tanya Dokter Ardan?”

Saka mengigit bibir bawahnya, raut mukanya pucat pasi, “Om... jangan kasi tau papa, ya?”

“Iya, tapi abang ceritain yang jujur ke Om Joo.”

pandangan Saka kosong, lalu ia menjawab dengan suara yang bergetar, “Di prediksi leukimia om,”

tubuh Om Joo melemas kala ia mendengar penuturannya, bahkan butuh beberapa detik untuk mencerna semuanya.

“Ya Allah bang.... kok bisa?”

“Akhir-akhir ini abang sering sakit kepala sama mimisan. malemnya juga suka demam, pas tadi sore abang enggak kuat pusing banget jadi cek kerumah sakit. tapi ini masih prediksi om... belum tentu bener.” tutur Saka

“Papa tau?” tanya Om Joo yang dibalas gelengan oleh Saka

“Abang mohon jangan kasi tau papa om..”

“Aduh bang...” Om Joo masi lemas dan tidak percaya apa yang saat ini menimpa anak laki laki didepannya, “Papa harus tau bang, Diga harus tau kondisi anaknya”

“Om, abang enggak mau ngebebanin papa... abang mohon jangan dikasih tau ya?”

Lelaki paruh baya itu tidak mengerti jalan pikir Saka saat ini, bagaimana bisa ia tidak memberitahu papanya?

Om Joo terdiam dengan isi kepala yang tidak karuan, lalu setelahnya kembali berucap “Oke, Om Joo enggak kasih tau”

“Serius Om?”

Om Joo mengangguk, “Tapi Om Joo yang nemenin abang pengobatan, om yang mantau semuanya. kalau prediksinya bener.... om minta abang janji buat ikutin prosedur dan enggak skip pengobatan”

“Iya, abang janji”

lalu Om Joo berdiri dan mendekap erat Saka sambil merapal dalam hati agar semesta tidak memperburuk keadaan anak laki-laki didekapannya.


mereka bedua berjalan keluar rumah sakit, suasana dingin malam menjadi penyelimut keduanya lalu melangkah ke parkiran.

“Abang, om tau pemikiran abang dewasa. om juga kenal abang udah lama banget, jadi pasti ada alesannya kan kenapa sikap abang begitu ke tante Lily?”

Abang menghentikan langkahnya, “Om, kalau abang bilang tante Lily jahat, percaya gak?”

Om Joo menoleh ke arah Saka dengan mengerutkan kening, “Jahat gimana maksudnya?”

“Yaa jahat,”

“Iya jahat dalam bentuk apa abang?”

“semuanya,”

mereka berdua masi terdiam diparkiran rumah sakit, lalu Om Joo memperhatikan wajah Saka dengan seksama.

“Kenapa abang bisa ngomong begitu, emang abang udah kenal tante Lily?”

“udah.”

Kala itu, pas aku tau kamu sakit dan enggan untuk kemo, yang katanya “Ra, kemo hanya buang buang tenaga. toh ujung ujungnya aku akan meninggalkan dunia, jadi buat apa?” bahkan ketika aku meneteskan air mata di depan dia, tetap dengan pendiriannya ia tidak menggubris bahkan membujukku.

hingga aku kesal, enggan lagi berucap padanya, hanya mengirimkan pesan dalam bentuk surat yang kutulis dengan hati yang tak karuan.

tetapi dengan ajaibnya, Gama datang padaku lalu berucap dengan mata yang berbinar, “Aku akan kemo,” sontak aku kaget dan langsung menatap matanya, mencari cari kebohongan atau tipu daya yang lagi ia perbuat. Tapi nihil, matanya seolah berucap jujur.

“Tapi, sebagai gantinya kamu harus berjanji,” lanjutnya

“Apa,”

“Buatkan surat untukku disetiap tanggal tiga,”

aku mengerutkan kening, tidak mengerti “Kenapa harus di setiap tanggal tiga?”

ia tidak menjawab dan memberiku pertanyaan lagi, “Mau atau tidak?”

walau sampai saat ini aku tidak mengerti mengapa harus tanggal tiga, tapi tetep ku buatkan dan terus mengudara.

curangnya, hanya aku yang berjanji. Harusnya, aku meminta ia berjanji untuk membaca setiap surat ditanggal tiga juga.

tetapi terlambat,

sekarang, menjadi surat pertama yang mengudara tanpa pernah lagi dibaca sang pemiliknya.

Ga, sudah dulu ya. Nanti ku sambung lagi karena duka darimu belum kunjung hilang, selamat berbahagia dikehidupan selanjutnya, Ga.

Tertanda, Rawikara.

kala itu, langkahku bertemu pada puan yang senyumnya tak pernah hilang. iya, puan si pemilik tiga september.

kita dipertemukan karena pendidikan dan kembali di pisahkan karena masa depan.

puan si pemilik tiga september ini ceroboh, maka dari itu, ku buatkan surat abadi ini agar tidak bisa lagi ia berucap “yahh, suratnya hilang” atau “aaa suratnya robek”


aku selalu berdoa, agar rumahmu yang sekarang kau singgahi selalu menjagamu dengan berani. selalu dipeluk bahagia, agar utas duka tak sekalipun dengan brengseknya datang menyentuh.

dan tentang berkah, tentang kesehatan, tentang cinta, tentang rezeki, sudah ku tuturkan di setiap solat yang selalu berakhir dengan ucap “amin”

doa doa istimewa ini adalah jelemaan sebagai hadiah yang ku beri atas upaya-nya yang sudah bertahan sampai detik ini.


aku mau bilang padanya, terima kasih.

terima kasih atas seluruh usahanya yang ia kerjakan dengan sepenuh hati, terima kasih telah bekerja keras dengan gigih, terimakasih telah menebar kebahagiaan dan senyum yang tak pernah hilang.

mungkin baginya, ia tak selalu berhasil mengupayakan yang baik-baik. selalu gagal dan berpikir terlalu dalam. tapi akan selalu; buat ku, puan si pemilik tiga september yang terbaik.

kadang, pikiran yang menyelam terlalu dalam hanya membuatmu tenggelam kehabisan udara. itu tidak baik, jangan lagi. jangan membiarkan pikiranmu menyelam terlalu dalam, ya.


selamat hari lahir, puan tiga september.

sampai berjumpa pada tahun berikutnya, hingga tahun yang tak terhitung sudah berganti berapa kali. dan sampai bertemu pada surat abadi selanjutnya yang selalu mengudara di setiap tiga september.

terimakasih sudah ada, manusia berbaik hati.

©si pemilik juli.

Depok, 22 Agustus 2021

Kepada Yth, jajajajaja di Tanggerang

Assalamualaikum wr.wb dengan izin Allah dan restu mama papa, saya terima lamarannya jaemin dengan sepenuh hati dan jiwa raga jiahhh.

jaa, ini seriusan loh aku mau klarifikasi, kamu jangan ngeselin dulu.

pertama tama, aku mau bilang kamu emang adek kelas aku

tapi tapi tapi iya,

iya boong WKWKWKKWKWKW YALLAH GUE KETAWA BANGET JAA SUMPAHHHHHHHH

beneran, beneran boong.

aku, aku, aku ga pernah tinggal di tanggerang

aku anak depok asli, in depok i ngerokok (gausah nyanyi jaa)

kedua, i wanna say sorry. maaf udah ngeprank TAPI AKU MASI NGAKAK BANGET INI, beneran asli maaf banget, kalo kelewatan bilang ya jaaa, biar akunya juga tau bates.

ketiga, beneran deh, kalo ada yang ngasih kamu mobil diterima aja jiahhhhhh ga deng, ya gada juga yang mau ngasih kamu mobil.

udah, sekian klarifikesyen dari aku. kalo ada lebihnya ambil aja, wassalamu'alaikum wr. wb

hormat saya, Nibiru Rawikara

kini semua anggota Morsbon's tengah berkumpul di kediaman Saka, menunggu sang pemilik rumah pulang. Astral dan Kael sedang goleran di lantai sambil memakan biji kacang yang terdapat di meja, sedangnya Nahel sibuk dengan cooking mamanya yang katanya “liat, dikit lagi gue bakal buka bakery!” sedangkan Roo sama Raden tengah asik menonton TV, sisanya Saka dan Raskal sibuk bermain ponselnya.

situasi seperti ini menjadi hal yang sering terjadi, membuat ulah-Papa Diga turun tangan-konsekuensi. setiap ulah atau masalah yang terjadi pasti ada Papa Diga disamping mereka, membantu membereskan masalah yang disebabkan oleh anak anak bandel ini.

Papa Diga bukan tipikal orang tua yang langsung memarahi anaknya ketika ia melakukan kesalahan, bukan seperti itu. ia pasti meminta penjelasan terlebih dahulu, menganalisis dari segala sudut pandang, lalu mengambil langkah. maka dari itu, kenapa Papa Diga selalu membela anak anak bandel ini, karena ia tahu, bukan mereka biang dari masalahnya dan pasti ada alasan tersendiri.

Papa Diga juga selalu mengajarkan anak anak Morsbon's bahwasalnya setiap perbuatan yang mereka buat itu ada konsekuensinya, entah baik atau buruk. jadi walau Papa Diga akan membela mereka disetiap masalah, setelahnya mereka pasti mendapat hukuman akan masalah yang mereka perbuat.

“Wih udah pada ngumpul semua, gimana kabarnya udah lama ga ngumpul. eh sekalinya ngumpul gara gara ngulah, hadeh anak muda.” sang pemilik rumah datang sambil membawa pizza ditangan kanannya

sontak anak anak Morsbon's berdiri dan salam dengan hormat kepada pemilik rumah, lalu mereka duduk membuat lingkaran.

“Kabar baik om” ucap Astral

sedangkan Nahel dan Raskal sibuk membuka kotak pizza yang Papa Diga bawa

“Om gimana kabarnya? gamau angkat anak gitu om? kita siap banget ini” canda Kael

Papa Diga terkekeh, “Gimana bang? mau nambah sodara gak?”

Saka menoleh kearah Kael lalu menatapnya tajam, “Sini berantem dulu sama gue”

Kael mengangkat tangan membentuk peace, tanda damai. Astral dan Roo malah berebut saos

“IH GUE DULUAN” sewot Astral

“ENAK AJA, GUE DULU” balas Roo

“Aduh udah udah jangan berantem, itu di dapur ada saos ambil aja” ucap Papa Diga melerai

“Oh iya, gimana rapat paripurnanya om?” tanya Raden

Astral yang mulutnya tengah memakan pizza menimbrung obrolan, “Udah pasti menang lah, Om Diga dilawan”

Papa Diga tersenyum, “Alhamdulilah udah beres, cuma orang tuanya Rajas agak rese aja, mentang mentang anak satu satunya di manja banget. salah kok masih dibela”

“IYA TAU OM, emang orang tuanya Rajas udah terkenal resenya, suka digosipin ibu ibu kalo bagis rapot” celetuk Nahel

Kael menatap Nahel dengan tatapan heran, “Kok lu tau tauan si?”

“Waktu itu gasengaja ikut gibah bareng”

semua orang yang mendengar penuturan Nahel menganga tidak percaya.

“Kacau si hel lo kacau”

“Oh iya, jangan lupa konsekuensinya”

Saka yang sedari tadi diam kini bersuara, “Apa pah?”

“Bantuin Pak jajang cat tembok sekolah hari mingggu” ucap Papa Diga yang sontak membuat anak anak Morsbon's berdecak dan sibuk mendumel

“Gabisa hari senin aja gitu om? minggu waktunya saving energy alias rebahan” pinta Kael

Nahel menyetujui, “betul, ini Nahel juga udah ada jadwal mau buat kue black forest om”

Papa Diga menggelengkan kepala, “Nopee, konsekuen is konsekuen” Ucap mutlak.

lalu Papa Diga mengarahkan pandangannya kearah anaknya itu, menilik matanya sebab sedari tadi ia kebanyakan diam tidak bersua. raganya mendekatkan diri kepada anaknya itu lalu menepuk pundaknya pelan,

“Bang, kebelakang dulu bentar yuk?”


kini mereka berdua tengah duduk bersantai di belakang rumahnya, tempat dimana mereka berdua sekedar merokok bareng, atau seringnya bercengkrama membahas segala hal.

“Bang” ucap papa memulai percakapan sambil mengeluarkan kotak rokok dalam saku celananya

“Iya pi? eh, pa”

gerakan papa terhenti sebentar, lalu menyalakan pematik dan membakar rokok miliknya. menarik nafas perlahan, “Bang, you okey?”

kalau ditanya, siapa sosok panutan dan semesta gue, akan gue jawab dengan lantang dan penuh hormat, “Pradiga Rajagaska”

sosok yang tak pernah henti membuatnya terkagum barang sedetik pun, sosok yang menurutnya sempurna, bahkan tidak ada cacatnya.

Papa tidak pernah sekalipun menuntut, bahkan ketika kumpul keluarga dimana menjadi ajang perbandingan, papanya tidak pernah sekalipun berkata, “Bang, kaya si ini dong” atau “Bang, coba contoh dia tuh, jangan kerjaannya blablabla” kalimat seperti itu tidak pernah keluar dari mulut papa.

sampai saat pulang dari rumah oma, Saka bertanya “Pa, kenapa sih papa gak pernah ngebandingin abang seperti halnya tante sama om yang tadi?”

Papa tersenyum lalu mengusik rambut gue, “Bang, mereka yang suka membandingkan itu karena ekspektasinya tidak bisa terpenuhi. Papa gak pernah ngebandingin kamu dengan siapapun karena kamu ya kamu, bukan mereka.

Manusia itu diciptakan tidak selamanya sempurna, pasti ada cacatnya.

Bang, kalau kamu ngikutin jalan orang ya kamu akan terus ketinggalan. tapi kalau kamu ikutin jalanmu sendiri, mau kamu jalannya lambat, atau bahkan lari, kamu akan tetap menjadi pemenangnya”